Make up Oleh : Helvita Sari Tarigan

“Zia………”triak Dylan
“Ada apa sich, kak?” tanya  Zia dengan wajah tanpa dosa.
“Lihat nich, kamu pake make up kakak lagi, ya?” tanya Dylan dengan kesal sambil memperlihatkan make up miliknya yang dipakai Zia.
“Heheheh….sorry kak.” Ucap Zia nyengir. “Entar, Zia ganti dech” bujuk Zia
“Ganti…ganti…enak aja kamu. Kamu tahu gak harga make up kakak tuh mahal, Zia”
“Iya dech, Zia janji gak bakal pake make up kakak lagi” janji Zia sambil berlalu.
   
Dylan benar-benar kesal dengan adik semata wayangnya ini. Semenjak Zia masuk SMP, tingkah Zia semakin aneh. Zia sering kali memakai make up Dylan tanpa permisi. Sudah sering kali Dylan ribut dengan Zia hanya karena make up. Dan sudah sering kali mama mendamaikan mereka sampai-sampai mama sudah bosan bila harus melerai mereka lagi. Mama hanya mengaanggap masalah Zia yang suka memakai make up, hanya masalah kecil mengingat Zia baru memasuki masa remaja. Dan mama menganggap hal tersebut tidak menjadi masalah tapi tidak untuk Dylan, baginya kebiasaan Zia yang suka memakai make up sudah lewat dari yang namanya kewajaran untuk anak seusia Zia. Bukanya Dylan tidak pernah menasehati Zia betapa berbahayanya kosmetik untuk anak seusia Zia. Toh… Zia tetap cuek bebek tak mendengarkan nasehat kakaknya.

                                                                        ***


Setelah kejadian make up. Tingkah Zia semakin aneh, Zia tidak pernah lagi memakai make up Dylan dan juga akhir-akhir ini Zia suka pulang telat. Hal ini yang membuat Dylan curiga.
            “Ma, lihat Zia gak?” tanya Dylan.
            “Loh, kok tumben tanya-tanya, Zia. Biasanya kalian selalu bertengkar setiap ketemu”
            “Ihhh… mama. Dylan serius ma, mama lihat Zia gak?”
            “Enggak. Dari tadi mama juga lagi nyari-nyari, Zia.”
            “Kok tumben sich ma, Zia pulang telat akhir-akhir ini” Dylan penasaran. “Mama, gak
            tanya Zia” tanya Dylan lagi.
            “Mamam udah tanya, tapi Zia cuman bilang lagi banyak pelajaran disekolahnya.” jelas
            Mama.
Tiba-tiba terdengar pintu dibuka. Dan orang yang dicari-cari Dylan muncul dengan wajah girang gembira menghiasi wajahnya.
            “Zia” pangil Dylan
            Zia menoleh
            “Ada apa, kak?” tanya Zia dengan wajah gembira yang masih menempel diwajahnya.
            “Dari mana kamu? Kok pulang telat”
Wajah Zia berubah menjadi ketakutan dan senyum yang tadi menghiasi wajahnya berubah menjadi wajah ketakutan seperti maling ketangkap basah.
            “Anu… kok tadi disekolah ada pelajaran tambahan, jadi pulangnya aggak telat” jelas Zia
            tak berani melihat wajah Dylan. “Zia masuk kamar dulu ya kak, Zia banyak PR” ucap Zia
            sambil berlalu cepat.
Dylan semakin curiga dengan tingkah adiknya ini. Baginya pasti ada yang disembunyikan Zia darinya.

                                                                         ***

Siang ini tanpa sengaja Dylan melihat adiknya di Mall dengan teman-temanya. Yang membuat Dylan terkejut adalah dandanan Zia yang benar-benar berlebihan. Wajah Zia seperti ibu-ibu arisan yang gagal dandan. Setidaknya itu anggapan Dylan ketika melihat wajah zia, adiknya. Dengan wajah terkejut Dylan kembali ke rumah.
            “Loh… kok cepat pulangnya, Lan. Katanya ada janji ma teman?” tanya mama melihat
            anaknya pulang dengan wajah yang benar-benar tak mengenakan.
            “Gak jadi, ma.” Jelas Dylan sambil terus berlalu.
       Mama yang melihat tingkah Dylan yang aneh hanya mengeleng-gelengkan kepala. Dylan masuk ke kamar Zia. Dan betapa kagetnya Dylan ketika menemukan alat-alat make up lengkap dibawah laci meja rias milik Zia.
       Dengan kesal dan penuh tanda tanya Dylan menunggu adiknya pulang. Dylan benar-benar gak habis pikir darimana uang adiknya untuk membeli alat-alat make up yang tergolong mahal itu. Dan bagaimana  bisa Zia berbohong mengenai pelajaran tambahan di sekolahnya padahal selama ini dia pergi ke Mall dengan teman-temanya.
            “Zia…dari mana kamu?” tanya Dylan dengan keras ketika Zia baru tiba.
            “Ya…dari sekolah, kak. Dari mana lagi”
            “Kamu bohong, kan” bentak Dylan tanpa basa-basi lagi Dylan merampas tas Zia dan
            membongkarnya.
            “Ini apa Zia” bentak Dylan sambil memperlihatkan alat-alat make up milik Zia hingga
            berantakan.
Zia hanya bisa diam dan mengatupkan bibirnya.
            “Jadi selama ini kamu bohongin kita. Zia kamu tuh masih anak kecil, belum pantas pake
            alat-alat ini” jelas Dylan kesal.
            “Apaan sich, kak. Kakak gak berhak campuri urusan Zia kayak gini” ucap Zia marah. Dengan kesal Zia meninggalkan kakaknya dan berlari menuju kamar.

                                                                         ***

Tok…tok…
Terdengar pintu diketuk berkali-kali.
            “Zia…bangun saying. Nanti kamu telat kesekolah” triak mama membangunkan Zia. Melihat mama kelelahan membangunkan Zia, Dylan menghampiri.
            “Ada apa sich, ma?” tanya Dylan
            “Dari tadi Zia gak mau keluar kamar padahal sebentar lagi dia harus kesekolah” jelas
            mama panik.
            “Ya udah. Biar Dylan coba ya ma.”
            “Baiklah. Mama ke dapur dulu, ya”
Setelah mama pergi Dylan mencoba membangunkan Zia, tapi tidak ada respon sama sekali. “Apa Zia gak mau ke sekolah, gara-gara aku, ya.” Piker Dylan dalam hati. Dylan menjadi merasa bersalah tidak seharusnya dia sekeras itu sama adiknya. Karena tidak ada jawaban Dylan membuka kamar Zia dengan kunci cadangan. Terlihat Zia menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Dylan mendekat.
            “Zia…bangun donk sayang, nanti kamu telat kesekolah” ucap Dylan membujuk.
            “Zia gak mau kesekolah.” Ucap Zia pelan
            “Loh kok gitu, kenapa?. Kamu sakit?.”
            “Pokoknya Zia gak mau kesekolah.”
            “Tapi kenap Zia. Kamu masih marah sama kakak?”
            “Bukan begitu. Tapi…Zia malu kesekolah, kak” ucap Zia sambil terus menutupi tubuhnya
            dengan selimut.
            “Ok. Kalau kamu gak marah sama kakak. Jelaskan donk kenapa kmu gak mau ke
            sekolah?” tanya Dylan cemas. Dengan perlahan Zia memperlihatkan wajahnya dan
            betapa terkejutnya Dylan melihat wajah adiknya.
       Mengertilah Dylan kini kenapa adiknya tak mau ke sekolah. Wajah Zia dipenuhi jerawat. Dylan pun pasri merasa malu bila harus ke kampus dengan jerawat bermain-main diwajahnya. Dengan sigap Dylan mengajak Zia ke dokter kulit langanannya. Dan ternyata wajah Zia terkena alergi make up. Betapa sedihnya hati Zia kini. Make up yang dulunya diharapkanya untuk mempercantik wajahnya kini malah menghancurkan wajahnya, Zia menyesal.
            “Tuh…kana pa kata kakak, wajahmu terlalu muda untuk pake alat-alat make up gini”
            jelas Dylan sesampainya di rumah.
            “Iya kak, Zia menyesal.” Ucap Zia pelan.
            “Trus…dari mana uangmu tuk beli alat-alat make up itu?” tanya Dylan lagi.
            “Zia. Ngutang kak, sama teman-teman, Zia” jelas Zia
            “Ya ampun Zia. Kamu kan tahu ngutang itu gak baik. Trus gimana kamu bayarnya
            nanti?”tanya Dylan.
            “Zia gak tahu, kak. Nanti Zia berusaha menyisihkan uang jajan Zia tuk lunasinnya, kak.
            Tapi kakak jangan bilang sama mama dan papa ya kalo Zia ngutang.” Zia berharap.
            “Ya udah. Tapi jangan kamu ulangin lagi, ya. Nanti kakak coba bantu lunasin utang
            kamu.”
            “Beneran kak?” tanya Zia berseri-seri
            “Iya beneran. Tapi dengan satu syarat jangan ulangin lagi, ya. Kalau kamu ulangin lagi
            kakak ga tanggung resikonya, loh.”
            “Beres kak. Zia janji gak bakal ngulanginnya lagi. Zia udah kapok, kak.”janji Zia
            “Kakak percaya sama kamu.” ucap Dylan sambil memeluk adiknya.